Nanochip yang digunakan di ponsel pintar adalah hasil riset panjang para peneliti. Di salah satu pusat penelitian ternama di Jerman, riset di bidang teknologi nano melibatkan salah seorang mahasiswa asal Bali.
I Putu Eka Widya Pratama adalah mahasiswa Indonesia yang menjadi bagian dari tim peneliti teknologi nano di salah satu pusat riset terkemuka di dunia, Forschüngszentrum (FZ) Jülich. Mahasiswa semester akhir program Master jurusan Fisika RWTH Aachen itu melakukan penelitian di FZ Jülich sebagai bagian dari penyelesaian tesisnya di ranah fisika eksperimental. Pria yang biasa disapa Eka itu tergabung dalam kelompok riset Nanoscale Charge Transport Studied by Multi-Tip Scanning Probe Microscopy di pusat penelitian sains dan teknologi . Apa eksperimen yang ia lakukan dan bagaimana hasil penelitiannya? Simak bincang-bincang DW dengan Eka.
Deutsche Welle (DW): Eka, bisa kamu jelaskan secara sederhana apa yang kamu lakukan di kelompok riset ini?
Eka: Proyek saya adalah untuk membuat suatu jarum berukuran nanometer (nm) yang akan digunakan pada atomic force microscopy (AFM) untuk menganalisis semikonduktor nanochip sebelum digunakan pada teknologi ponsel pintar maupun komputer. AFM adalah alat untuk melihat benda yang berukuran nanometer, karena mikroskop optikal hanya bisa melihat benda berukuran mikrometer.
Apa hasil yang kamu dapatkan dari penelitian di FZ Jülich? Bisa juga jelaskan bagaimana penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari dari topik yang kamu teliti?
Hasil yang saya dapatkan dari penelitian ini adalah sebuah jarum yang berukuran nano dengan radius 10 nm. Jarum nano ini dapat digunakan untuk menganalisis nanochip (chip berukuran sangat kecil yang saat ini diaplikasikan ke perangkat ponsel pintar-red).
Apa yang membuatmu tertarik dengan fisika eksperimental?
Saya sangat tertarik dengan teknologi masa depan. Fisika adalah salah satu cara untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan teknologi terbaru untuk masa depan.
Apa pengalamanmu yang paling berkesan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang tergabung dalam kelompok riset internasional di bawah pengawasan seorang profesor Jerman?
Pengalaman paling berkesan bagi saya adalah ketika diberi kesempatan dan kepercayaan oleh profesor untuk menuntun, membimbing dan menjelaskan proyek yang telah saya kerjakan kepada seorang mahasiswa S2 yang akan menulis tesisnya di grup riset kami.
Sebagai seorang pemuda Indonesia, yang berkiprah di ranah penelitian teknologi internasional, menurutmu hambatan apa sebenarnya yang dimiliki Indonesia untuk bisa menjadi terdepan layaknya Jerman di bidang penelitian dan teknologi?
Pertama, kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu masih kurang. Kita masih terlalu konservatif dengan bidang penelitian masing-masing. Contohnya, dalam grup penelitian saya terdapat orang dengan disiplin ilmu kimia, material sains, nano sains dan fisika. Kami sama-sama berkolaborasi untuk pengembangan alat analisis semikonduktor chip.
Hambatan yang kedua menurut saya yakni apresiasi untuk para peneliti di Indonesia masih sedikit. Terakhir, fasilitas penelitian kita masih kurang dibandingkan jerman.
Apa yang bisa Indonesia pelajari dari Jerman, terutama terkait pemajuan bidang penelitian dan teknologi?
Yang dapat dipelajari dari Jerman bagaimana para peneliti Jerman bekerja secara efektif, disiplin dan juga memiliki ide-ide kreatif dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Apa rencanamu setelah lulus?
Rencana setelah lulus saya ingin melanjutkan pendidikan doktor dalam bidang teknologi nano dan bekerja di salah satu perusahaan pembuatan nano chip.
Sumber : Deutsche Welle