Dunia Keramik

Harga Gas Masih Tinggi, Industri Keramik Menjerit

Input By: Staf TI | Posted on: 2018-11-29 16:05:59

 

Industri keramik masih terus mengeluhkan harga gas industri yang masih mahal. Sehingga berpengaruh pada kinerja industri keramik.

Hal itu dirasakan PT Saranagriya Lestari Keramik selaku produsen Milan Keramik nasional. Meski masih eksis di tengah kondisi yang serba sulit, namun perusahaan berteriak dan mengeluhkan mahalnya harga gas industri.

Marketing Manager PT Saranagriya Lestari Keramik Susan Anindita mengatakan sudah seharusnya pemerintah merealisasikan harga gas yang murah agar industri dalam negeri khususnya industri keramik yang tergabung dalam Asaki tidak semakin banyak yang tutup usahanya. 

"Harusnya harga gas industri itu di bawah rata-rata harga di dunia. Bertahun-tahun seperti ini dan masih mahal juga, padahal Presiden Joko Widodo bilang diturunkan, tapi tetap tidak turun," kata Susan, di Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018.

Saat ini rata-rata harga gas industri masih sekitar USD9 per MMBTU. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah meminta agar harga gas industri turun sehingga beban produksi industri lebih ringan. Harga gas industri saat ini sekitar USD8,03 per MMBTU di Jawa Timur (Jatim). Sementara di Jawa Barat (Jabar) harga gas mencapai USD9,15 per MMBTU, bahkan di Sumatera Utara mencapai USD9,8 per MMBTU.

Menurut dia harga gas industri di Indonesia dibandingkan Malaysia terpaut cukup jauh. Di Malaysia harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU. Sementara di Eropa mencapai USD3 per MMBTU. Hal ini membuat daya saing produk keramik dalam negeri terseok-seok di tengah masifnya produk keramik impor.

Di sisi lain, adanya kerja sama yang tertuang di dalam ASEAN China Free Trade Agreement, justru kian berpotensi menggerus produsen lokal. Dia menuturkan saat bea masuk impor keramik Tiongkok masih 20 persen, pertumbuhan impornya mencapai 22 persen setiap tahun.

Dia berharap ada keberpihakan pemerintah yang konkrit agar industri keramik nasional tetap bertahan. "Bagaimana mengatasi harga gas tidak kompetitif dan berbagai masalah itu, ya kita harus lakukan efisiensi tapi tidak langsung kurangi kuantiti produksi, kalau dikurangi overheat-nya malah makin tinggi. Kita investasi teknologi mesin yang hemat energi meskipun memang di satu sisi tetap tidak bisa kompetisi dengan impor," ucap dia.

Demi menyiasati pasar yang semakin ketat, perusahaan akan fokus untuk menyasar pasar domestik meskipun tetap melakukan ekspor. Setidaknya terdapat 25 negara yang menjadi tujuan ekspor. Namun pangsa ekspor diakuinya tidak terlalu besar dan hanya ditargetkan tahun ini hanya bisa tumbuh single digit saja.

"Kita tidak genjot masif ekspor karena kita ingin optimalkan penyerapan di lokal, kalau ternyata diekspor nanti tertarik lagi kita sangat welcome. Kalau dalam negera sendiri masih butuh banyak mengapa kita tidak suplai ke dana dari pada dijajah produk impor," pungkas Dita.

 

Source : https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/0k8YyGWK-harga-gas-masih-tinggi-industri-keramik-menjerit