Dunia Keramik

Sentra Industri Keramik Kircon Mampu Suplai Kebutuhan Dalam Negeri

Input By: Staf TI | Posted on: 2018-02-26 16:11:28

Sentra Industri Keramik di Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung sudah berdiri sejak tahun 1960. Hingga kini Sentra Keramik Kircon masih tetap berproduksi.

Salah seorang pengrajin keramik yang masih terus bertahan yaitu Kosim Sundana (72). Kosim meneruskan usaha dirintis mertuanya sejak 1960-an dan meneruskannya sejak tahun 1981. Sudah sekitar 30 tahun lebih ia memproduksi berbagai macam keramik seperti guci, piringan hias, asbak dan kerajinan lainnya yang terbuat dari tanah liat.

“Kalau saya memulainya sejak tahun 81-an. Tetapi usaha ini merupakan warisan ilmu dari mertua saya yang memulainya sejak tahun 60-an. Di tempat saya banyak membuat kerajinan dari tanah liat, seperti guci, piring, hiasan dinding , asbak dan masih banyak lagi. Pokoknya saya mah tergantung ramainya pesanan aja,” ungkap Kosim saat ditemui di tempat kerajinan keramik miliknya di Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jumat (23/2/18).

Seperti produksi keramik lainnya, proses pembuatan di tempatnya juga sangat tergantung cuaca dan lamanya proses pembakaran. Kedua proses tersebut juga tergantung pada bentuk keramik yang dibuatnya.

“Pembuatan satu guci besar bisa memakan waktu dua minggu bahkan lebih. Pengrajin seperti kami ini sangat tergantung cuaca. Kalau cuacanya cerah akan lebih cepat. Kalau misalnya musim hujan seperti sekarang memakan waktu yang cukup lama dengan temperatur pembakaran 1.050 derajat dalam proses pertama lalu proses kedua 800 derajat,” tuturnya.

Kosim berharap Sentra Keramik Kircon selalu eksis karena merupakan warisan turun-temurun dari orangtuanya. Selain itu, bagi para pecinta keramik diharapkan lebih memilih keramik asli dalam negeri dibanding keramik hasil ekspor dari luar negeri.

“Saya mempunyai harapan banyak mengenai usaha ini, tergantung para konsumen lebih menonjolkan kerajinan keramik asli Indonesia. Semoga pemerintah bisa membatasi barang dari luar negeri. Sehingga barang dari dalam negeri bisa maju,” harapnya.

Ditemui di tempat berbeda, pengrajin lainnya, Yuyun Wahyudin (51) menceritakan kiprahnya di bidang industri keramik yang sudah ia tekuni sejak tahun 1997. “Saya sejak tahun 1997 sudah mulai membuka usaha ini. Sampai saat ini alhamdullilah kami sudah bisa menyuplai ke Aceh, Medan, Lampung, Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin, Manado dan NTT dengan omzet mencapai Rp 20 juta per bulan,” paparnya.

Untuk pemasarannya, Yuyun mengaku tidak mengalami kesulitan. Hal itu karena konsumennya merupakan pelanggannya sejak lama. Inilah yang membuatnya mampu memproduksi sebanyak 75-150 keramik setiap hari dengan kisaran harga Rp 15.000 hingga Rp 1,5 juta.

“Untuk pemasaran, kami sudah punya pelanggan tetap. Alhamdullilah kita saling menguntungkan. Saya juga selalu menekankan kepada pengrajin untuk selalu teliti dalam proses pembuatan keramik supaya kuat dan tahan lama,” imbuhnya.

Sementara itu, Lurah Sukapura, Asep Darojat mengatakan, usaha sentral keramik sudah menjadi identitas bagi Kiaracondong. Banyak pengrajin yang dapat mengirim ke seluruh Indonesia.

“Awal mula Sentra Keramik Kiaracondong berasal dari Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong. Namun setelah kebijakan Bapak Camat, akan memusatkannya di Kelurahan Kebon Jayanti. Saya selalu mendukung segala upaya untuk memajukan sentral industri keramik yang ada di sini,” kata Asep. Ia berharap, Industri Sentral Keramik Kiaracondong bisa maju dan dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri.

“Jangan sampai hilang. Kita bersama-sama mempertahankannya. Karena untuk mengembangkan ciri khas suatu daerah perlu konsisten supaya terus terjaga dan bersaing dengan produk luar,” ujarnya.

Sumber : Bale Bandung